MEMBANGUN
KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT
Dr.
Ir. Bayu Krisnamurthi
Direktur
Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)
Sumber :
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.ht
Abstrak
Membangun
koperasi berbasis anggota dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan cara melihat bagaimana kodisi
koperasi,faktor dan peran koperasi dan cara mengembangkan koperasi di
Indonesia.Melakukan hal tersebut dapat membangun koperasi dengan lebih baik dan
dapat mengembangkan koperasi tersebut didalam ekonomi rakyat.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi
pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi
krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya
peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana
strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat
sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai
usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki
arti yang strategis pada masa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana kondisi koperasi dalam
perbandingan KUD dan koperasi kredit
b. Bagaimana faktor dan peran
kopersi didalam sebuah koperasi
c. Bagaimana cara mengembangkan
koperasi di Indonesia
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan
ini adalah :
a.Untuk mengetahui bagaimana membangun
koperasi berbasis anggota dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat
b.Sebagai tugas mata kuliah ekonomi koperasi
disemester tiga
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)
Keberadaan beberapa koperasi telah
dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan
intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) : Pertama, koperasi dipandang
sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan
usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat
berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran,
atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan
pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau
lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan
peraturan. Peran koperasi sangat dibutuhkan pelanggan karena tidak memiliki
aksebilitas pada pelanggan dari bentuk lembaga lain. Koperasi Kredit sangat
berperan dalam menyediakan dana yang relative mudah bagi anggota dibandingkan
meminjam dibank.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga
usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan
peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan
anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan
rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik.
Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang
lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk
beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran
yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh
anggotanya. Rasa memiliki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang
menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan
mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama
koperasi menghadapi kesulitan tersebut.
Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang
diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik
anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan
lembaga lain.
Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata
lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari
masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan
koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak
melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat.
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan
layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar
pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan
kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama,
pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan
lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota.
Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha
tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan
fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan
koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan
selama ini.
Alasan kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut
sangat dipengaruhi oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat
yang didominasi pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola
hubungan koperasi dan anggota di KUD. Dari beberapa perkembangan Kopdit
terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip
dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran
keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah
berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana
pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian
berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan
bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini
ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan
lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan
kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.
B. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali
aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya
para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat
disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan
peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda
antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang
telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.
1.
Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi
secara mandiri.
Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki
diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri
merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi
motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara
‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan
kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami
kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk
mengembangkan diri.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang
diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk
struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan
anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari
bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan
diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang
paling sesuai dengan kebutuhan anggota.
3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah
bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau
tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu
pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian,
kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan
pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai
dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan
koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi
ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan
diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Tetapi melalui suatu proses pengembangan
yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui
pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan
aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan
(enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan
demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah
satu faktor penentu keberadaan koperasi.
4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan
masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh
dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat
kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang
tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi
anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan
kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian
akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.
5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
a.
luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
b.
berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
c.
berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota
d. biaya transaksi
antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi
non-koperasi, dan
e.
mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota
sendiri.
Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada
prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Biaya
transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan
kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa
koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan
keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya
transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka
produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain.
Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar
hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi.
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam
“sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar
koperasi dan anggotanya. Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya
keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya,
maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah
untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan
pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator
keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus
menjadi salah satu indikator utama.
6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.
Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat
ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan
sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang
dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan
emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat
dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang
juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak
diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat
tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau
juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi
kapital. Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental
tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang
dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu
organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan
koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor
“non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai
faktor fundamental, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan
demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
C.
MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA
Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh
peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi
dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha
(bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian
menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial.
Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal
berikut :
1.
Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan
prinsip koperasi.
Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya
telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi
pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang
telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar
untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar
kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut
tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap
mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya,
banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa
koperasinya.
2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan
bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata
banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank.
Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu
(anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit
KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak
usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan
aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha
perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi
dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain
undang-undang tentang koperasi sendiri.
3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada
permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme
pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya.
Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau
kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah
koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai
teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan yang dihadapi
diatas seharusnya dapat diatasi dengan adanya campur tangan pemerintah untuk
terjun langsung kelapangan.
4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan
sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya
dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus
bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku
tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh
pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku
‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering
mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh diatas
menggambarkan bahwa koperasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat,terutama para
pengusaha kecil.
5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak
ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan
untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya
dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha
antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara
banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh
koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan
usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk
dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder.
Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah
kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi
kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi.
6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan
manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan
pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial,
tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam
suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari
dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.
7.
Peningkatan Citra Koperasi
Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan
dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi
belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya
memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Di media
massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita
positifnya, berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang
bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah
cukup banyak dan berarti. Citra koperasi sudah dipandang buruk oleh masyarakat,
karena dalam melakukan kegiatanya bukanya mempermudah malah mempersulit
kegiatan usaha tersebut. Dan akan mempengaruhi usaha koperasi tersebut, apabila
tidak segera ditangani dengan baik dan benar dalam menjalankan tugasnya.
Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu
tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8. Penyaluran Aspirasi Koperasi
Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk
dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus
sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan
posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat
dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan,
bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini
asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi
koperasi relatif terbatas. Padahal dilihat dari jumlah dan
kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya
perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.
BAB
III
PENUTUP
D.
KESIMPULAN
Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya
dua prasyarat. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan
adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari
pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain.
Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan
sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan
prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat
menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan
apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak
langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi
rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah
strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan
yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan.
Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor
yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.
Ir. Bayu Krisnamurthi : Direktur
Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)
Sumber :
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.ht